Gadis Angkot dan Pesawat TG 431
Siang hari yang amat terik. Hembusan angin masuk perlahan ke ventilasi kelas. Semua mata tertuju pada papan tulis. Sedikit tegang yang kadang diselingi tawa. Kelas yang mayoritas berisi para lelaki. Aku pun duduk diantara para lelaki juga yang kebetulan merupakan teman satu sekolah di SMA.
Buku
catatan diatas bangku, hape ditangan kiri, dan bolpoin ditangan kanan. Fokus
mengikuti matakuliah yang cukup menarik bagiku. Menarik hanya karena itu
itung-itungan. Hahaha. Sesekali mataku memandang hape. Tiba-tiba, hapeku
berdering. Karena yang menelpon adalah orang yang sangat penting, ku beranikan
diri meminta ijin untuk mengangkat telepon. Telepon itu mengatakan bahwa saya
mendapat reward kesuatu tempat yang akan membawaku bertemu dengan pesawat TG
431.
Hari
ini, dihalaman bandara Internasional Ngurah Rai, untuk pertama kalinya aku
singgah di bandara yang biasanya ku lihat dari FTV di salah satu stasiun
televisi. Tak banyak yang aku bicarakan saat itu, karena memang orang orang yang
terlibat dalam perjalanan ini adalah orang orang yang baru kukenal. Pemimpin
perjalanan mengatakan bahwa kita akan menaiki pesawat TG 431. Setelah
menyerahkan pasport, kami diarahkan menuju gate yang sudah ditentukan. Saat
itulah pertemuan pertamaku dengan pesawat TG 431. Mataku sibuk melihat lihat
keadaan di dalam tubuh pesawat TG 431. Takjub. Bagaimana tidak, selama beberapa
tahun aku mengendarai lin (angkutan umum di Jember) bertuliskan A, B, O, dan N
dan hari ini aku mengendarai pesawat yang tergelar karpet merah dibagian pintu
masuknya. Yah karena ini memang yang pertama kali, aku bingung mencari dimana
tempat dudukku.
Awal
menduduki kursi pesawat TG 431, ada perasaan wow dan kecewa. Kecewanya karena
aku tidak duduk di dekat jendela pesawat. Tak apalah, namanya juga gratisan,
jangan terlalu banyak menuntut. Selanjutnya aku berkenalan dengan teman teman
yang duduk berderet denganku. Namanya vita, edo, dan andi. Kami saling bertegur
sapa. Mengawali perkenalan yang hangat dengan pembicaraan yang sangat gak
penting. Salah satu dari kami berempat menanyakan ini kali ke berapa naik
pesawat. 3 orang termasuk aku menjawab baru pertama kalinya. Hanya vita yang
sudah sering naik pesawat, karena memang keluarganya berada di Kalimantan.
Dengan
polosnya aku berbicara, “enak yah, pasportnya sudah banyak stempel
perjalanannya”. “yah ndak mbak, pasport kan hanya untuk perjalanan keluar
negeri. Kalau perjalanan antar pulau gak perlu pasport”, jawab vita dengan nada
riang. Hahahahahaha, saat itu aku merasa betapa ndeso nya aku karena tidak tahu
hal yang seperti itu.
Tetap
dengan ke tidak tahu-an diriku, aku mencoba memencet beberapa fitur fitur yang
tersedia ditempat dudukku. Perlahan lahan aku mulai mengerti fungsi dari masing
masing fitur fitur yang tersedia. Namun, ada satu tombol yang setelah kupencet
beberapa kali namun tak menunjukkan reaksi apapun. Aku berpikir mungkin tombol
itu rusak. Ternyata tombol yang sama milik vita, edo, dan andi pun juga tak
berfungsi. Akhirnya kami menyerah untuk mengetahui fungsi dari tombol tersebut.
Kami
terus bercakap cakap, dan ditengah percakapan kami, edo menyandarkan diri
dikursinya sambil menekan tombol yang belum diketahui fungsinya tadi. Alhasil,
sandaran kursinya mundur dengan sendirinya namun diiringi suara gaduh. Kami
berempat tertawa lepas, seolah olah kami sedang menertawakan diri kami sendiri
yang memang baru kali naik pesawat.
Terlepas
dari itu, aku sendiri terus merasakan nikmatnya mengendarai pesawat. Bagaimana
tidak, sehari harinya menjadi gadis angkot, sekarang berganti merasakan
pesawat. Sambil terus bersyukur dalam hati, ternyata sudah waktunya aku harus
turun dari pesawat TG 431.
Keluar
dari gate sambil melewati elevator, dari jendela bandara Shuvarnabhumii aku
terus memandangi pesawat TG 431 sambil berharap semoga suatu hari aku bisa
membawa keluargaku mengendarai kendaraan yang bisa terbang itu.
0 komentar:
Posting Komentar