31 Maret 2016

Gadis Angkot dan Pesawat TG 431


         Siang hari yang amat terik. Hembusan angin masuk perlahan ke ventilasi kelas. Semua mata tertuju pada papan tulis. Sedikit tegang yang kadang diselingi tawa. Kelas yang mayoritas berisi para lelaki. Aku pun duduk diantara para lelaki juga yang kebetulan merupakan teman satu sekolah di SMA.
Buku catatan diatas bangku, hape ditangan kiri, dan bolpoin ditangan kanan. Fokus mengikuti matakuliah yang cukup menarik bagiku. Menarik hanya karena itu itung-itungan. Hahaha. Sesekali mataku memandang hape. Tiba-tiba, hapeku berdering. Karena yang menelpon adalah orang yang sangat penting, ku beranikan diri meminta ijin untuk mengangkat telepon. Telepon itu mengatakan bahwa saya mendapat reward kesuatu tempat yang akan membawaku bertemu dengan pesawat TG 431.
Hari ini, dihalaman bandara Internasional Ngurah Rai, untuk pertama kalinya aku singgah di bandara yang biasanya ku lihat dari FTV di salah satu stasiun televisi. Tak banyak yang aku bicarakan saat itu, karena memang orang orang yang terlibat dalam perjalanan ini adalah orang orang yang baru kukenal. Pemimpin perjalanan mengatakan bahwa kita akan menaiki pesawat TG 431. Setelah menyerahkan pasport, kami diarahkan menuju gate yang sudah ditentukan. Saat itulah pertemuan pertamaku dengan pesawat TG 431. Mataku sibuk melihat lihat keadaan di dalam tubuh pesawat TG 431. Takjub. Bagaimana tidak, selama beberapa tahun aku mengendarai lin (angkutan umum di Jember) bertuliskan A, B, O, dan N dan hari ini aku mengendarai pesawat yang tergelar karpet merah dibagian pintu masuknya. Yah karena ini memang yang pertama kali, aku bingung mencari dimana tempat dudukku.
Awal menduduki kursi pesawat TG 431, ada perasaan wow dan kecewa. Kecewanya karena aku tidak duduk di dekat jendela pesawat. Tak apalah, namanya juga gratisan, jangan terlalu banyak menuntut. Selanjutnya aku berkenalan dengan teman teman yang duduk berderet denganku. Namanya vita, edo, dan andi. Kami saling bertegur sapa. Mengawali perkenalan yang hangat dengan pembicaraan yang sangat gak penting. Salah satu dari kami berempat menanyakan ini kali ke berapa naik pesawat. 3 orang termasuk aku menjawab baru pertama kalinya. Hanya vita yang sudah sering naik pesawat, karena memang keluarganya berada di Kalimantan.
Dengan polosnya aku berbicara, “enak yah, pasportnya sudah banyak stempel perjalanannya”. “yah ndak mbak, pasport kan hanya untuk perjalanan keluar negeri. Kalau perjalanan antar pulau gak perlu pasport”, jawab vita dengan nada riang. Hahahahahaha, saat itu aku merasa betapa ndeso nya aku karena tidak tahu hal yang seperti itu.
Tetap dengan ke tidak tahu-an diriku, aku mencoba memencet beberapa fitur fitur yang tersedia ditempat dudukku. Perlahan lahan aku mulai mengerti fungsi dari masing masing fitur fitur yang tersedia. Namun, ada satu tombol yang setelah kupencet beberapa kali namun tak menunjukkan reaksi apapun. Aku berpikir mungkin tombol itu rusak. Ternyata tombol yang sama milik vita, edo, dan andi pun juga tak berfungsi. Akhirnya kami menyerah untuk mengetahui fungsi dari tombol tersebut.
Kami terus bercakap cakap, dan ditengah percakapan kami, edo menyandarkan diri dikursinya sambil menekan tombol yang belum diketahui fungsinya tadi. Alhasil, sandaran kursinya mundur dengan sendirinya namun diiringi suara gaduh. Kami berempat tertawa lepas, seolah olah kami sedang menertawakan diri kami sendiri yang memang baru kali naik pesawat.
Terlepas dari itu, aku sendiri terus merasakan nikmatnya mengendarai pesawat. Bagaimana tidak, sehari harinya menjadi gadis angkot, sekarang berganti merasakan pesawat. Sambil terus bersyukur dalam hati, ternyata sudah waktunya aku harus turun dari pesawat TG 431.
Keluar dari gate sambil melewati elevator, dari jendela bandara Shuvarnabhumii aku terus memandangi pesawat TG 431 sambil berharap semoga suatu hari aku bisa membawa keluargaku mengendarai kendaraan yang bisa terbang itu.

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar